Cerita sejarah desa lombang sudah turun-temurun dari dulu. Cerita terkait sejarah desa lombang sediri masih berkaitan dengan beberapa wilayah yang ada di sekitar desa Lombang. Cerita ini diambil dari salah satu masyarakat Lombang dan dihubungkan dengan salah satu cerita dari KH. Yasin juru kunci Asta Joko Tole. Terdapat keselarasan dari cerita ini, sehingga akan dijadikan satu perpaduan antar cerita rakyat yang beredar dan penjelasan dari juru kunci Asta Joko Tole.
Pada tahun 1415, Pangeran Joko Tole kembali dari Majapahit ke Sumenep bersama putri kerajaan Majapahit yaitu Dewi Radnadi sebagai Istrinya. Setelah kepulangannya dari kerajaan Majapahit pangeran Joko Tole kemudian menggantikan kakeknya memimpin Keraton Sumenep yaitu pangeran Saccadiningrat II. Pangeran Joko Tole memimpin Keraton Sumenep selama 45 tahun. Pangeran Joko Tole mempunyai anak Raden Aryawigananda dan Raden Ayu Sunan Paddusan.
Pada tahun 1460 tahta Keraton Sumenep diserahkan kepada putranya Raden Aryawigananda yang dianggap Pangeran Joko Tole sudah mampu untuk meneruskan kepemerintahannya karna sifat adilnya. Setelah penyerahan tahtanya kepada sang putra Pangeran Joko Tole kemudian pindah ke timur Madura bersama sang istri,Dewi Radnadi. Disana Pangeran Joko Tole membangun rumah dan taman-taman yang indah.
Setelah rumah dan taman-taman selesai dibangun, tiba-tiba Pangeran Joko Tole jatuh sakit. Kabar sakitnya Pangeran Joko Tole kemudian sampai ke Keraton Sumenep. Raden Aryawigananda kemudian datang berkunjung ke kediaman Ayahandanya untuk memastikan kebenaran dari kabar tersebut. Kemudian berangkatlah Raden Aryawigananda ke kediaman ayahnya. Setelah bertemu dengan ayahandanya, Raden Aryawigananda meminta untuk membawa ayahnya ke Keraton Sumenep. Akan tetapi, Pangeran Joko Tole menolak permintaan dari anaknya untuk di bawa ke Keraton Sumenep. Raden Aryawigananda kemudian bingung dengan keputusan ayahandanya. Kebingungan Raden Aryawigananda dikarenakan, sebagai anak tidak ingin meninggalkan atau jauh dari ayahandanya yang sedang sakit di lain sisi Raden Aryawigananda merupakan pemimpin Sumenep, sehingga tidak bisa berlama-lama meninggalkan Sumenep. Kemudian Raden Aryawigananda membujuk berulang kali agar ayahandanya mau untuk di bawa ke Keraton Sumenep.
Akhirnya, Pangeran Joko Tole mau untuk di bawa ke Keraton Sumenep setelah berulangkali di bujuk putranya. Pangeran Joko Tole kemudian berpesan kepada putranya “ Aku mau di bawa ke Keraton Sumenep anakku, tapi aku mungkin tidak akan sampai ke Keraton Sumenep”. “ Semisal aku nanti di panggil oleh Yang Maha Kuasa, makamkan aku dimana nanti tandu yang membawaku patah”. Disinilah kemudian tempat sakitnya Pangeran Joko Tole dinamakan dengan Dungkek yang berasal dari kata Madura Sakèt (artinya sakit).
Setelah mendengar pesan dari ayahandanya, Raden Aryawigananda kemudian membuatkan tandu untuk membawa ayahnya dari Lapa Taman berjalan ke barat menuju Keraton Sumenep. Setelah tandu jadi kemudian Raden Aryawigananda mendekatkan tandu ke ayahanda. Kemudian Raden Aryawigananda membawa ayahandanya berangkat ke barat menuju Keraton Sumenep bersama rombongan.
Setelah berjalan jauh ke barat, Raden Aryawigananda, pengawal yang menandu Pangeran Joko Tole dan rombongan mau berhenti istirahat karena lapar. Akan tetapi, semuanya yang disana meskipun merasakan perutnya lapar tapi mereka masih merasa kuat untuk melanjutkan perjalanan. Dikarenakan masih di rasa kuat dan masih nyaman melakukan perjalanan, Raden Aryawigananda kemudian melanjutkan perjalanan ke barat menuju Keraton Sumenep. Daerah tempat rombongan Pangeran Joko Tole dan Raden Aryawigananda beristirahat namun tidak jadi dikenal dengan Desa Lapataman yang berasal dari kata Madura Lapar Tapeh Nyaman yang berarti merasa lapar tapi masih dirasa nyaman.
Ketika perjalanan ke barat menuju ke Keraton Sumenep, tiba-tiba Kesehatan Pangeran Joko Tole semakin memburuk. Melihat keadaan ayahandanya yang memburuk, Raden Aryawigananda kemudian menyuruh rombongan untuk berhenti sembari Raden Aryawigananda mengecek Kesehatan ayahandanya. Mendengar rombongan Pangeran Joko Tole berhenti karena Kesehatan Pangeran Joko Tole yang memburuk, masyarakat di sekitar tempat istirahat rombongan Pangeran Joko Tole kemudian membuatkan lubang semisal nanti Pangeran Joko Tole wafat di tempat tersebut.
Setelah mengecek Kesehatan ayahandanya, Raden Aryawigananda memilih melanjutkan perjalanan agar cepar-cepat sampai ke Keraton Sumenep. Rombongan kemudian melanjutkan kembali perjalanan ke barat menuju Keraton Sumenep. Setelah kepergian rombongan Pangeran Joko Tole, tidak berselang lama daerah tersebut tiba-tiba terserang penyakit Ta’un. Menurut kepercayaan orang sekarang, masyarakat dulu percaya, kenapa tempat tersebut terkena penyakit Ta’un dikarenakan kualat karena telah membuatkan lubang untuk pemakaman Pangeran Joko Tole sebelum Pangeran Joko Tole wafat. Daerah tersebut kemudian dinamakan Desa Lombang yang berasal dari kata Madura Lobbang yang artinya lubang. Setelah itu banyak kuburan-kuburan yang ada di daerah tersebut. Kemudian muncul banyak makam-makam di daerah tersebut. Menurut narasumber, mereka juga tidak tau kenapa banyak makam-makam, mereka hanya mendengar cerita dari kakek buyutnya bahwa makam-makam itu sudah ada dari dulu.
Diperjalanan Raden Aryawigananda menanyakan pada pengawal yang menandu ayahandanya sudah berapa jauh berjalan. Pengawal juga tidak tau menahu berapa jarak yang sudah ditempuh. Raden Aryawigananda kemudian menghitung berapa jauh perjalanan yang sudah ditempuh sembari berjalan terus ke barat dikarenakan menghawatirkan Kesehatan ayahandanya. Tempat Raden Aryawigananda menghitung jauhnya perjalanan yang sudah ditempuh di kenal dengan Desa Bilangan yang berasal dari kata bilangan yang mempunyai arti angka untuk menghitung.
Setelah berjalan jauh ke barat menuju Keraton Sumenep, Raden Aryawigananda menyuruh pengawal yang menandu ayahandanya berhenti. Raden Aryawigananda kemudian mengecek Kesehatan ayahandanya. Alangkah bersyukur Raden Aryawigananda karena melihat keadaan ayahandanya yang sudah sedikit membaik tidak separah waktu di Desa Lombang. Setelah mengecek Kesehatan ayahandanya, Raden Aryawigananda bersama rombongan kemudian melanjutkan kembali perjalanan ke barat menuju Keraton Sumenep. Daerah dimana Radeb Aryawigananda mengecek Kesehatan ayahandanya kemudian di kenal dengan Desa Dapenda yang mempunyai arti sudah membaik.
Setelah berjalan jauh ke terus ke barat menuju Keraton Sumenep, Raden Aryawigananda mendengar ayahandanya memanggil-manggil dirinya. Raden Aryawigananda kemudian menghampiri ayahandanya sembari menyuruh rombongan untuk beristirahat. Maksud Pangeran Joko Tole memanggil sang anak adalah Pangeran Joko Tole sudah merasa tidak mampu melanjutkan perjalanan lagi. Tidak lama setelah itu, Pangeran Joko Tole menghembuskan nafas terakhirnya di atas tandunya. Raden Aryawigananda merasa sedih, karena kepergian ayahandanya dan tidak bisa membawa ayahandanya pulang Keraton Sumenep. Tempat wafatnya Pangeran Joko Tole kemudian dikenal dengan Daerah batang-batang yang berasal dari kata bhebhetang yang berarti mayat. Untuk menghormati Pangeran Joko Tole, masyarakat memanggil daerah tersebut dengan sebutan batang-batang agar lebih sopan, halus diucapkan dan enak di dengar.
Karena Raden Aryawigananda mengingat pesan ayahandanya untuk dimakamkan ditempat tandu yang membawanya patah, Raden Aryawigananda kemudian membawa jasad ayahandanya berjalan melanjutkan perjalanan menuju Keraton Sumenep. Setelah berhari-hari berjalan, tiba-tiba tandu yang membawa Pangeran Joko Tole patah. Melihat hal itu, Raden Aryawigananda kemudian memakamkan ayahnya sesuai dengan pesan yang ditinggalkan ayahandanya sebelum meninggal. Makam Pangeran Joko Tole di beri nama Asta Joko Tole.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar